Bulan suci Ramadhan sebentar lagi akan datang, maka anugrah
Allahpun akan tercurah kepada seluruh umat Islam. Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersabda: “Apabila telah masuk bulan
suci Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, dan ditutuplah pintu-pintu
neraka, dan syaithon-syaithon diikat dan dibelenggu, dan pintu-pintu syurga
dibuka”. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam juga
bersabda: “Sesungguhnya Syurga direnovasi dan di perindah setiap tahunnya untuk
menyambut masuknya bulan suci Ramadhan. Maka pada malam pertama dari bulan
Ramadhan berhembuslah angin sejuk yang bernama Al Mutsirah (pembangkit
gairah) dari bawah ‘Arsy, sehingga seluruh dedaunan dan pepohonan syurga
bergoyang dan bergairah hingga terdengar darinya suara yang sangat merdu yang
belum pernah didengar oleh siapapun. Saat itu para bidadari syurga saling
bertanya, “apa yang terjadi?” “apakah ada yang datang untuk melamar kami kepada
Allah?” “wahai malaikat Ridwan penjaga syurga! Malam apakah ini?” maka malaikat
Ridwan menjawab “wahai bidadari syurga nan cantik! Ini adalah malam pertama
dari bulan suci Ramadhan”.
Mudah-mudahan
allah sampaikan kita kepada bulan Ramadhan dan dijadikan kita sebagai
orang-orang yang berpuasa dan beribadah dengan sebaik-baiknya dan agar
dijadikan kita semua sebagai penghuni syurga.
KAPAN AWAL PUASA RAMADHAN???
Fenomena yang
sudah tidak asing yang terjadi di Indonesia, yang oleh sebagian dianggap inilah
“keragaman”, biasa terjadi didalam penetapan tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawwal.
Untuk sedikit memberi wacana, dalam hal ini, kami sajikan pada edisi kali ini
tentang bagaimana pendapat para pakar ilmu fiqh, yang lebih dikenal dengan
sebutan Fuqoha dalam menanggapi permasalahan ini.
Setidaknya ada lima contoh kasus, dimana jika terdapat salah satunya, maka datanglah kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan bagi setiap muslim. Ke lima poin tersebut adalah sebagai berikut:
· Sempurnanya bulan Sya’ban 30 hari
Sebagaimana diketahui bahwa perhitungan bulan dalam Syariat Islam antara 29 dan 30 hari, sehingga ketika telah sempurna bulan Sya’ban 30 hari, dapat dipastikan bahwa keesokan harinya adalah awal masuknya bulan Ramadhan.
· Terlihatnya hilal
Sesuai dengan
sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , yang
diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits, seperti Shohihul Bukhori dan Muslim yang
artinya : “Berpuasalah kalian setelah terlihatnya hilal, dan berbukalah
(berlebaran) setelah terlihatnya hilal. Kalaulah hilal tidak terlihat, maka
kalian sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
Adapun yang
dimaksud dengan hilal adalah bulan sabit pada tanggal 1, 2 dan 3 setiap
bulannya, setelah itu berubah istilahnya dengan “qomar” (bulan).
Dengan demikian, siapapun yang melihat secara langsung dengan mata kepalanya hilal bulan Ramadhan, walaupun orang tersebut fasiq, maka wajib bagi orang tersebut untuk berpuasa pada keesokan harinya.
· Ketetapan Pemerintah
Bagi mereka
yang tidak melihat hilal secara langsung dengan mata kepala, maka
syariat memberikan jalan bagi mereka dengan adanya ketetapan dari pemerintah
akan datangnya bulan Ramadhan. Ketetapan yang diambil tentunya setelah adanya
berita dari seseorang pemberi kesaksian yang terpercaya (‘adl Asy-syahadah),
yang memiliki kriteria sebagai berikut: tidak pernah berbuat dosa besar, tidak
mengerjakan dosa-dosa kecil terus menerus, ketaatannya lebih besar dan lebih
dominan dari maksiatnya, laki-laki, merdeka, berakhlaq dan kelakuannya baik,
terjaga (tidak dalam keadaan tidur ketika melihat hilal), dapat berbicara,
penglihatannya normal (tanpa alat bantu), dapat mendengar.
Jelaslah bagi
kita, kalaulah ada seseorang yang termasuk kriteria “adl Asy-Syahadah”,
dan telah melihat hilal Ramadan, dan melaporkannya kepada pihak yang berwenang
(pemerintah), selanjutnya disetujui oleh pihak tersebut (pemerintah), dan
ditetapkan bahwa hasil penglihatan orang tersebut merupakan tanda masuknya
Ramadhan, saat inilah rakyat yang tidak melihat hilal secara langsung dengan
mata kepala mereka dapat berpuasa Ramadhan dengan dasar keputusan tersebut.
Hal ini
sebagaimana diriwayatkan dalam sunan Abi Daud dan disahkan oleh Al Imam Ibn
Hibban, bahwa Sayyiduna Abdullah bin Umar ibn Khottob berkata: “Aku pernah
memberikan kabar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa
sallam , bahwa aku telah melihat hilal (Ramadhan), maka Rasulullah pun berpuasa
dan memerintahkan kepada seluruh sahabatnya untuk berpuasa.”
Diriwayatkan pula oleh Al Imam At Turmudzi dan yang lainnya : “Seorang a’rabi datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersaksi bahwa dia telah melihat hilal Ramadhan, maka Nabi pun memerintahkan semua sahabat untuk berpuasa.”
· Sampainya berita tentang masuknya bulan Ramadhan
Apabila sampai
kabar dan berita masuknya bulan Ramadhan kepada seseorang yang tidak mengetahui
tentang masuknya bulan Ramadhan, baik disebabkan tidak melihat hilal, atau
tidak mengetahui telah keluarnya ketetapan dari pemerintah. maka perlu diperhatikan
bagi yang menerima berita tersebut dua hal:
1.
Jika pembawa kabar adalah
orang terpercaya, tidak terbiasa dengan sifat dusta. Maka dengan datangnya
kabar ini, wajiblah ia berpuasa.
2. Jika pembawa kabar adalah orang tidak terpercaya, terbiasa dengan sifat dusta. Dengan datangnya kabar ini, apabila ia meyakini kebenaran berita sang pendusta ini, wajiblah ia berpuasa.
· Perkiraan
Ini
diperuntukkan bagi orang-orang yang samar baginya waktu masuknya bulan
Ramadhan, seperti seseorang yang dipenjara di negeri kuffar dan tidak
mengetahui waktu dan kapan tepatnya awal masuk bulan Ramadhan, maka ia
diperbolehkan untuk mengambil ijtihad (menentukan dengan perkiraannya).
Namun orang ini harus mengingat, apabila puasanya dengan ijtihad yang ia lakukan ternyata tepat dengan bulan Ramadhan, maka puasanya tepat waktu (adaan), dan jika sebaliknya, puasa yang dikerjakan ternyata setelah bulan Ramadhan, maka dihitung sebagai pengganti puasa di bulan Ramadhan tersebut (qadha).
Ilmu
Hisab
Al Imam
Muhammad Al Khotib Asy Syirbini, mengatakan dalam kitabnya, Al Iqna’, bahwa: “Tidaklah
diperbolehkan bagi seseorang untuk mengikuti seorang ahli hisab dan ahli
perbintangan. Namun bagi sang ahli akan ilmu hisab ini boleh berpuasa untuk
dirinya pribadi, dari hasil perhitungannya tersebut.”
Kegunaan ilmu
hisab dalam penentuan awal masuknya dan keluarnya bulan, secara umum dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Jika seluruh ahli hisab
dalam satu wilayah tertentu secara bulat menyatakan bahwa hilal tidak
dapat terlihat, lalu ternyata ada seseorang mengatakan ia telah melihat
hilal, maka persaksian orang tersebut ditolak dengan bersandarkan pendapat ahli
hisab.
2.
Kesepakatan dari hasil
perhitungan ahli hisab merupakan tolak ukur dari kebenaran atau tidaknya
kesaksian seseorang yang menyatakan telah melihat hilal.
3.
Memudahkan dalam proses rukyatul
hilal. Sebagaimana diketahui, bahwa dengan hisab, dapatlah diketahui posisi
hilal dengan cermat dan mudah, lengkap dengan ketinggain dan lama
terbitnya pada hari tersebut.
Dapat kita tarik benang
merah akan permasalahan ini, diantaranya sebagai berikut:
a.
Ilmu hisab sangatlah
berguna untuk mempermudah proses rukyatul hilal, yang notabene adalah
penentu dari masuk atau keluarnya bulan dalam perhitungan Syariat Islam, dan
merupakan alat bukti atas benar tidaknya persaksian petugas-petugas rukyatul
hilal.
b.
Ilmu hisab tidak dapat
digunakan sebagai penentu masuk dan keluarnya suatu bulan.
c.
Adanya keterkaitan yang
indah antara Ilmu Hisab dengan rukyatul hilal.
Komentar