

TARAWIH DAN RAMADHAN
Sudah menjadi
hal yang maklum, bahwa Shalat tarawih adalah shalat sunah yang menjadi “paket
yang tidak terpisahkan dari bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan ini.
waktunya, dikerjakan sesudah sholat isya’ sampai terbitnya fajar yang
menandakan masuknya waktu sholat subuh, sebagaimana yang dikerjakan oleh para
sahabat, tabi’in, salaf dan sampai pada masa kini, yang telah dikerjakan dan
dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam,
sehingga beliau juga menunjukkan keutamaan dari shalat tarawih tersebut
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhori dan Al Imam Muslim
dari riwayat Sayyiduna Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, yang mana beliau
berkata: “sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam telah
bersabda: Barang siapa menghidupkan bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan
pahala dari Allah maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”.
Al Imam Nawawi berkata : yang di
maksud “menghidupkan bulan ramadhan” adalah dengan Shalat Tarawih.
PENCETUS
SHALAT TARAWIH
Tentulah dapat dipastikan, bahwa pencetus pertama dari shalat tarawih
adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam,
sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummul Muminin Sayyidatuna Aisyah
Radhiyallahu Taala Anha, beliau berkata: pada suatu malam An Nabi Shallallahu
‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam, mengerjakan shalat di masjid maka
datang sekelompok orang ikut mengerjakan shalat bersama Nabi sehingga bertambah
banyak orang yang ikut shalat bersamanya, begitu juga hari berikutnya. Pada
hari ke tiga dan ke empat banyak orang berkumpul menunggu Nabi Shallallahu
‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam akan
tetapi beliau tidak keluar ke masjid, sehingga di pagi harinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa
sallam bersabda : “Sungguh aku telah tahu apa yang kalian lakukan semalam
dan tidak ada yang mencegah aku keluar kecuali aku takut apabila diwajibkan
kepada kalian” Berkata Sayyidatuna Aisyah : “dan kejadian itu di
bulan Ramadhan”.
BERJAMA’AH
Setelah Rasulallah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa
sallam wafat, salat tarawih selalu di kerjakan di malam-malam
bulan Ramadhan dan dikerjakan sediri-sendiri. Pada zaman Sayyiduna Umar
Radhiyallahu Ta’ala Anhu, beliau memerintahkan untuk dikerjakan secara
berjamaah (seperti dahulu di zaman Nabi) sebagimana yang telah
diriwayatkan Sayyiduna Abdurrahman bin Abdul Qari, beliau berkata: “ketika aku
keluar bersama Sayyiduna Umar bin khattab di malam bulan Ramadhan maka kami mendapati muslimin
mengerjakan shalat tarawih dengan sendiri-sendiri dan ada juga yang berjamaah
dengan sekelompok orang. Berkata Sayyiduna Umar: “saya berpendapat,
kalaulah dikerjakan berjamaah maka akan indah”, lalu beliau
mengumpulkan mereka dan dipilihlah Sayyiduna Ubay bin ka’ab menjadi Imam.
Berkata Sayyiduna Abdurrahman bin Abdul Qari, lalu keesokan harinya, aku
keluar lagi bersama Beliau (Sayyiduna Umar) dan shalat tarawih
dikerjakan berjamaah dengan imamnya Sayyiduna Ubay bin ka’ab, lalu berkata : “inilah
sebaik-baiknya bid’ah”.
RAKAAT TARAWIH
Shalat Tarawih, merupakan ibadah sunnah yang muakkad, sebagaimana
tertera dalam hadits di awal tulisan ini, dengan jumlah rakaat 20, dengan 10 salam.
Jika kita gabungkan dengan 3 rakaat dari shalat witir, menjadi 23 rakaat.
Tidak ada satupun yang menentang akan hal ini, semenjak zaman Sayyiduna
Umar bin Khattab, lalu zaman para Imam 4 Madzhab sampai saat ini. Hanya saja
memang Al Imam Malik disamping berpendapat 23 rakaat, juga memunculkan
pendapat, bahwa shalat tarawih 36 rakaat di tambah 3 rakaat witir, menjadi 39
rakaat. Pendapat beliau ini berdasarkan amalan penduduk Kota Madinah Al
Munawwaroh.
Para Imam Madzhab mengambil pendapat yang sama, tentang 20 rakaat,
sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaqi dan yang lainnya dengan sanad
yang shahih, dari Sayyiduna As Saib bin yazid Radhiallahu Anhu, beliau berkata:
“sesungguhnya dahulu para sahabat mendirikan shalat tarawih di zaman
Sayyiduna Umar dua puluh rakaat”.
Begitu juga yang diriwayatkan dari Al Imam Malik bin Anas Radhiyallahu
Anhu di dalam kitabnya Al Muwaththo’ dari sahabat Yazid bin Rumman Radhiallahu
Anhu berkata: “sesungguhnya dahulu para sahabat mendirikan shalat
tarawih di zaman Sayyiduna Umar dua puluh tiga rakaat”.
Dari Al Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, beliau menjelaskan
sesungguhnya para ulama sepakat bahwa jumlah rakaat tarawih adalah 20 dan
menolak atas pendapat Al Imam Malik
Radhiallahu Anhu dalam riwayatnya yang kedua yaitu tiga puluh enam
rakaat. Al Imam Ahmad bin Hambal, Al
Imam Abu Hanifah, Al Imam Asy Syafi’i dan imam Ats Tsauri Radhiallahu Anhum
bersepakat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Adapun Imam
Malik Radhiallahu Anhu mengerjakan tiga puluh enam rakaat karena mengikuti apa
yang di kerjakan ahli Madinah.
Disebutkan di dalam kitab Mukhtasor Almuzani bahwa Al Imam Asy Syafi’I
berkata: “Aku telah mendapati ahli madinah mengerjakan tarawih 36 rakaat tetapi
Aku lebih suka 20 karna mengikuti apa yang telah diriwayatkan dari Sayyiduna
Umar bin Khattab.
Begitu juga, telah menjadi amalan ahlu Makkah mengerjakan shalat tarawih
dengan dua puluh rakaat ditambah dengan tiga rakaat witir.
Al Imam At Turmudzi juga meriwayatkan dalam kitab Sunannya, bahwa shalat
Tarawih adalah 20 rakaat. Begitu pula apa yang dikatakan oleh Al Imam Ibn Rusyd
dan Al Imam An Nawawi.
Al Imam Ibnu Taymiyyah mengatakan dalam Fatwanya: “adalah benar
bahwa Ubay bin Kaab dahulu menjadi imam dalam shalat tarawih 20 rakaat dan
berwitir dengan 3 rakaat. Dengan inilah banyak ulama sepakat bahwa inilah yang
tepat, karena dikerjakan ditengah-tengah para Muhajirin dan Anshor, dan tidak
terdapat seorangpun dari para sahabat yang menentang hal tersebut”.
Sebagaimana dilaksanakan sampai saat ini di Masjidil Haram dan Masjid An Nabawi
serta di sebagian besar masjid-masjid kaum Muslimin.
Bahkan Sayyiduna Ali Radhiallahu Anhu berkata: Semoga Allah menerangi
kubur Umar Radhiallahu Anhu sebagaimana beliau telah menerangi masjid-masjid
kita”.
KESIMPULAN
Setidaknya ada empat kesimpulan yang dapat kita tarik
dari pembahasan ini, yaitu:
1.
Menghidupkan malam-malam
bulan Ramadhan dengan ibadah adalah sunnah muakkadah, sebab Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam sangatlah menganjurkan hal tersebut,
sehingga beliau bersabda: “(Ramadhan) adalah bulan yang diwajibkan berpuasa
oleh Allah Subhanahu wa Taala, dan aku sunnahkan shalat di malam harinya, siapa
yang berpuasa di siang harinya dan shalat di malam harinya (tarawih) dengan
penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah, akan keluar dari bulan Ramadhan
seperti bayi yang baru dilahirkan (tanpa dosa).”
2.
Tarawih berjamaah sunnah
muakkadah, sebab pernah dikerjakan Rasulullah pada beberapa malam dibulan
Ramadhan, juga sebagaimana yang dilakukan para sahabat setelahnya
3.
jumlah rakaat tarawih 20
rakaat, sebagaimana ijma para sahabat dan ulama, merupakan sunnah juga,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa
sallam, “Kerjakanlah atas kalian akan sunnah-sunnahku dan sunnah-sunnah
Khulafaur Rasyidin setelahku.”
4.
Shalat tarawih dikerjakan
setelah mengerjakan shalat Isya. Tidak sah bila dikerjakan sebelum
menyelesaikan shalat Isya.
RENUNGAN
Perlu diingat, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa
perbedaan ini hanyalah berkisar seputar mana yang lebih afdhal? Jadi, tidak
selayaknya kelompok yang lebih memilih melaksanakan shalat Tarawih dua puluh
rakaat melecehkan atau menyesatkan kelompok yang memilih melakukannya delapan
rakaat. Begitu pula sebaliknya. Apalagi sampai saling mengkafirkan. Sungguh
sangat disesalkan, di bulan Ramadhan yang agung, bulan untuk berlomba-lomba
mencari pahala, berkah, rahmah dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta`ala,
justru dikotori dengan saling hina, saling menyalahkan bahkan saling bertikai antara
kelompok masyarakat yang lebih memilih shalat Tarawih sebanyak dua puluh rakaat
dengan kelompok masyarakat yang memilih delapan rakaat saja. Seorang ulama
besar kota Jakarta Al Muhaddits Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan pernah
ditanya tentang jumlah rakaat pada solat taraweh di bulan ramadhan. Maka beliau
menjawab dengan tegas: “Silahkan jika anda ingin salat 20 rakaat. Dan silahkan
jika anda ingin solat 8 rakaat. Dan silahkan jika anda tidak ingin melaksanakan
solat taraweh sama seekali, karena taraweh adalah ibadah yang sunnah dan bukan
wajib. Namun anda sangat dilarang untuk berkelahi, bertikai, bermusuhan dan
mendengki serta saling membenci. Inilah yang diharamkan oleh Allah yang harus
lebih kita perhatikan.
Sungguh, Taufiq hanyalah dari Allah Subhanahu wa Taala,
yang semoga di berikan pada kita semua. Amin.
Komentar